LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini laporan ini telah di baca dan di sahkan pada : hari ………., tanggal ………………2007. Untuk selanjutnya diajukan sebagai salah satu 1 syarat mengikuti UAN / Ujian Akhir Nasional dan UAS / Ujian Ahkir Sekolah SMA Kr Satya Wacana Th pelajaran 2007-2008.
Guru Pembimbing Guru Penguji
( Ann Usmani ) ( )
Kepala Sekolah
(Suwidya Yakub)
MOTTO
- Semua pasti ada jalan keluar
- Selama kita berusaha sungguh kita pasti dapat sesuatu yang kita inginkan
- Tuhan akan selalu menyertai kita
- With God all things are possible
- Jangan menyerah
- Waktu adalah uang
- Be your self!
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima saya penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala rehmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dalam penulisan karya tulis yang berikutnya dapat lebih baik.
Ahkir kata saya mengucapkan banyak terima kasih. Penulis berharap agar kiranya karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi adik-adik kelas.
Salatiga, 10 Juni 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan | ……………………………………………………… | i | ||||||||||
Motto | ……………………………………………………… | ii | ||||||||||
Kata Pengantar | ……………………………………………………… | iii | ||||||||||
Daftar Isi | ……………………………………………………… | iv | ||||||||||
BAB I Pendahuluan | ……………………………………………………… | 1 | ||||||||||
1.1. Latar Belakang | ……………………………………………………… | 3 | ||||||||||
1.2. Perumusan Masalah | ………………………………………………… | 3 | ||||||||||
1.3. Manfaat Penelitian | …………………………………………………… | 3 | ||||||||||
1.4. Tujuan Penelitian | ……………………………………………………… | 3 | ||||||||||
BAB II Landasan Teori | ……………………………………………………… | 4 | ||||||||||
2.1. Perilaku Membolos | ………………………………………………… | 4 | ||||||||||
2.2. Pola Asuh Orang Tua | ………………………………………………… | 5 | ||||||||||
BAB III Metode dan Hasil Penelitian | …………………………………………. | 11 | ||||||||||
3.1. Metode Penelitian | ……………………………………………………... | 11 | ||||||||||
3.1.1. Jenis Rancangan | …………………………………………………. | 11 | ||||||||||
3.1.2. Variabel Penelitian | ……………………………………………….. | 11 | ||||||||||
3.1.3. Populasi dan Sampel Penelitian | …………………………………… | 11 | ||||||||||
3.1.4. Metode Pengumpulan Data | ……………………………………….. | 11 | ||||||||||
3.1.5.Teknik Analisi Data | ……………………………………………….. | 12 | ||||||||||
3.2. Hasil Penelitian | ……………………………………………………….. | 12 | ||||||||||
3.2.1. Tahap Pengambilan Data | …………………………………………. | 12 | ||||||||||
3.3.2. Pengolahan dan Analisis Data | ……………………………………... | 13 | ||||||||||
BAB IV Penutup | …………………………………………………………… | 16 | ||||||||||
4.1. Kesimpulan | …………………………………………………………… | 16 | ||||||||||
4.2. Saran | …………………………………………………………… | 16 | ||||||||||
4.3. Manfaat | …………………………………………………………… | 16 | ||||||||||
Lampiran | …………………………………………………………… | 18 | ||||||||||
Daftar Pustaka | …………………………………………………………… | 22 | ||||||||||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat SMA seorang anak akan mengalami perubahan sifatnya yang dari masa kanak-kanak ke dewasa. Tetapi sebelum menuju ke dewasa anak tersebut akan melewati masa remaja. Pada masa ini seorang anak tersebut akan mengalami berbagai macam pergumulan.
Pada masa-masa ini anak tersebut akan bertingkah laku yang berbeda. Sehingga menyebabkan sesuatu yang janggal dalam keadaan sosialnya. Dalam lingkungan sekitar mungkin ada yang menganggap tingkah laku orang itu sebagai tindakan yang baik dan sebaliknya.
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya : suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dsb - dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Kadang-kadang pada waktu kita bermain dengan salah seorang teman kita, kita mencoba untuk mengajaknya bermain atau mengajaknya pergi, orang tuanya selalu melarangnya untuk bermain keluar rumah. Dia hanya boleh bermain di lingkunganya saja dan tidak boleh bermain diluar lingkunganya.
Selain itu ada juga anak yang selalu mengajak kita untuk berbuat yang melanggar aturan atau mungkin kadang-kadang tindakan tersebut membuat kita berada dalam masalah. Walaupun anak tersebut pada dasarnya adalah anak yang baik, tetapi karena pola asuh yang di terimanya dia menjadi seperti itu.
Tingkah laku anak yang sering dilakukanya adalah tingkah laku yang dia terapkan sejak dia kecil. Apa yang dia lihat lalu akan diterapkanya. Selain itu tingkah laku mereka merupakan cerminan tingkah laku orang tua mereka. Karena seorang anak akan meniru apa yang di lakukan oleh orang tua.
Keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya. Keadaan yang kacau dalam keluarganya akan merubah tingkah laku seorang anak dan perilaku mereke dalam bermasyarakat.
Di dalam keluarga, interaksi antara anak dengan keluarganya (orang tua) adalah sangat penting. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan mempengaruhi perilaku anaknya.Keluarga adalah tempat yang bisa membantu anak dalam melewati masa-masa remajanya. Di dalam keluarga seharusnya orang tua mendidik anak dan mengarahkan anak untuk menjadi orang yang berguna di masa depan. Tetapi kadang-kadang orang tua terlalu keras mendidik anak sehingga seakan-akan mereka bukan mengarahkan anaknya tetapi menetapkan langkah anaknya supaya anak tersebut mau menuruti keinginan orang tua mereka.
Karena itu anak sering menilai tindakan orang tua sebagai tindakan yang salah. Dan tindakan anak tersebut adalah tindakan yang benar. Orang tua selalu menilai negatif atau menyimpulkan tingkah laku atau perbuatan anaknya sebagai tindakan yang salah. Dan akibatnya anak menjadi stress dan menjadi liar.
Akibat orang tua mendidik anaknya terlalu keras anak kadang-kadang kegiatan atau aktivitas belajarnya di sekolah menjadi terganggu. Sering sekali di jumpai anak-anak yang berada di luar kelas pada jam pelajaran. Dan anak tersebut bukan dalam keadaan ada tugas dari guru melainkan melarikan diri pada waktu pelajaran atau yang sering disebut membolos. Dan itu sangat berpengaruh dengan nilai anak tersebut dan akan menimbulkan masalah bagi nilai pendidikanya.
Permasalahan yang muncul adalah apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua terhadap siswa membolos?
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. Apakah ada hubungan antara “ Siswa membolos dengan pola asuh orang tua”?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Ø Untuk mengetahui tipe pola asuh orang tua
Ø Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tipe pola asuh orang tua terhadap siswa membolos
Ø Apa akibatnya orang tua memberikan pola asuh mereka pada anak-anaknya.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat bagi SMA Kr. Satya Wacana Salatiga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang kesiswaan di SMA Kr. Satya Wacana.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perilaku Membolos
Membolos adalah tindakan yang di ambil siswa untuk melarikan diri atau absen dalam suatu kegiatan mata pelajaran tertentu. Membolos adalah masalah yang mulai meresahkan. Karena menurut beberapa penelitian, perilaku membolos sangat dipercaya sebagai prediktor munculnya perilaku delinkuen pada remaja. Prilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar-setidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan-sebab prilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu.
Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota-kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan didaerah-daerahpun beberapa sangat gemar membolos. Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis usia 15-21 tahun adalah usia pencarian jati diri. Dan tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang ' menyejukkan ' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Nah mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tak langsung itu juga sebenarnya bukan jawaban yang baik.
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.
Banyak faktor penyebab siswa membolos dari sekolah. Faktor yang paling mendasar adalah karena siswa punya keperluan di luar sekolah. Selain itu, bisa dikarenakan siswa tidak bisa mengikuti peraturan khususnya jadwal sekolah yang sudah ditetapkan sebelumnya. Jadi untuk menghindar dari peraturan tersebut siswa lebih memilih bolos. Faktor lain adalah karena faktor per-gaulan. Tidak sedikit dari siswa membolos dari sekolah kemudian bergabung dengan teman bergaul mereka di luar sekolah.
2.2. Pola Asuh Orang Tua
Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.
Keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Perkembangan tingkah laku pada anak dipengaruhi oleh orang tuanya melalui pengontrolan pengalaman frustasi anak dan juga cara orang tua memberikan penguatan ataupun hukuman terhadap tingkah laku anak. Mengingat perilaku agresi merupakan hasil proses belajar dalam interaksi sosial maka tingkah laku agresi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Keluarga merupakan lingkungan sosial anak yang terdekat. Oleh sebab itu, keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya. Di dalam keluarga, orangtualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak.
Pembentukan diri seeorang dapat di pengaruhi oleh beberapa sebab. Seseorang yang biasa hidup di lingkungan yang baik maka kehidupannya dalam masyarakat, orang itu akan bertingkah laku baik. Tetapi jika seseorang itu hidup di lingkungan yang buruk misalnya seperti banyak preman di daerahnya, maka kemungkinan tingkah lakunya dalam masyarkat maka akan jadi seperti yang ada di lingkunganya. Tetapi selain itu masih ada hal-hal lain seperti “Pola Asuh Orang Tua”.
Pola asuh orang tua seperti sudah diuraikan di atas turut menjadi faktor signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai; dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua tidak sayang.
Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Pola asuhan itu menurut Stewart dan Koch (1983: 178) terdiri dari tiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu: (1) pola asuh otoriter, (2) pola asuh demokartis, dan (3) pola asuh permisif.
Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner 1953: 207).
Faktor lingkungan sosial memiliki sumbangannya terhadap perkembangan tingkah laku individu (anak) ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa awal (kanak-kanak) sampai masa remaja. Dalam mengasuh anaknya orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku tertentu pada anaknya. Salah satu perilaku yang muncul dapat berupa perilaku agresif.
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Kohn (dalam Taty Krisnawaty, 1986: 46) menyatakan bahwa pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua tersebut. Peranan orang tua itu memberikan lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.
Melly Budiman (1986: 6) mengatakan bahwa keluarga yang dilandasi kasih sayang sangat penting bagi anak supaya anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang baik. Bila kasih sayang tersebut tidak ada, maka seringkali anak akan mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, dan kesulitan ini akan mengakibatkan berbagai macam kelainan tingkah laku sebagai upaya kompensasi dari anak. Sebenarnya, setiap orang tua itu menyayangi anaknya, akan tetapi manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda dalam penerapannya; perbedaan itu akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan.
Menurut Stewart dan Koch (1983: 203), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk tingkah laku anak sesuai dengan tingkah laku yang di inginkan oleh orang tua serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Dalam penelitian Walters (dalam Lindgren 1976: 306) ditemukan bahwa orang yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik, sedangkan menurut Sri Mulyani Martaniah (1964: 16) orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Sementara itu, menurut Sutari Imam Barnadib (1986: 24) dikatakan bahwa orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya.
Baumrind & Black (dalam Hanna Wijaya, 1986: 80) dari hasil penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua demokratis yang menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab. Stewart dan Koch (1983: 219) menyatakan bahwa orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Menurut Hurlock (1976: 98) pola asuhan demokratik ditandai dengan ciri-ciri bahwa anak-anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya, anak diakui keberadaannya oleh orang tua, anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sutari Imam Barnadib (1986: 31) mengatakan bahwa orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya. Pola asuhan demokratik seperti dikemukakan oleh Bowerman Elder dan Elder (dalam Conger, 1975: 97) memungkinkan semua keputusan merupakan keputusan anak dan orang tua.
Stewart dan Koch (1983: 225) menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Menurut Spock (1982: 37) orang tua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan disiplin pada anak. Hurlock (1976: 107) mengatakan bahwa pola asuhan permisif bercirikan adanya kontrol yang kurang, orang tua bersikap longgar atau bebas, bimbingan terhadap anak kurang. Sementara itu, Bowerman, Elder dan Elder (dalam Conger, 1975: 113) mengatakan, ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya.
Sutari Imam Bamadib (1986: 42) menyatakan bahwa orang tua yang permisif, kurang tegas dalam menerapkan peraturan-peraturan yang ada, dan anak diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya.
Lewin, Lippit, dan White (dalam Gerungan, 1987: 57) mendapatkan keterangan bahwa kelompok anak laki-laki yang diberi tugas tertentu di bawah asuhan seorang pengasuh yang berpola demokratis tampak bahwa tingkah laku agresif yang timbul adalah dalam taraf sedang. Kalau pengasuh kelompok itu adalah seorang yang otoriter maka perilaku agresif mereka menjadi tinggi atau justru menjadi rendah.
Hasil yang ditemukan oleh Lewin dkk tersebut diteruskan oleh Meuler (Gerungan, 1987: 84) dalam penelitiannya dengan menemukan hasil bahwa anak-anak yang diasuh oleh orang tua yang otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerah segala-galanya pada pengasuhnya. Watson (1967: 109), menemukan bahwa di samping sikap menunggu itu terdapat juga ciri-ciri keagresifan, kecemasan dan mudah putus asa. Baldin (dalam Gerungan, 1987: 91) menemukan dalam penelitiannya dengan membandingkan keluarga yang berpola demokratis dengan yang otoriter dalam mengasuh anaknya, bahwa asuhan dari orang tua demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, berani, lebih giat, dan lebih bertujuan. Sebaliknya, semakin otoriter orang tuanya makin berkurang ketidaktaatan anak, bersikap menunggu, tak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan kurang, dan menunjukkan ciri-ciri takut. Jadi setiap pola asuh orang tua akan berpengaruh terhadap anak asuhannya dalam perilaku tertentu, misalnya terjadinya keagresifan pada anak.
Siswa-siswi SMU tergolong dalam masa remaja. Tentang masa remaja ini ada beberapa pandangan; salah satu di antaranya dikemukakan Fishbein (1978: 307) bahwa remaja itu ditandai dengan datangnya masa pubertas, dan bersamaan dengan itu terjadi pula pertumbuhan fisik, tetapi juga timbul gejolak-gejolak.
Timbulnya gejolak pada masa remaja ini karena remaja berada pada masa transisi. Suatu masa dimana periode anak-anak sudah terlewati dan di satu sisi ia belum diterima sebagai manusia dewasa. Pada masa-masa seperti ini remaja senang mencari nilai-nilai baru, sehingga ia mulai sering meninggalkan rumah untuk bergabung dengan teman-temannya (peer group). Dalam peer group anak-anak berasal dari berbagai lingkungan keluarga maka akan terjadi pula karakteristik psikologis maupun sosial. Oleh sebab itu, terjadi pula berbagai kegiatan.
Hal ini dapat terjadi karena remaja berada pada kondisi yang labil dan emosional. Di samping karena adanya solidaritas yang kuat di antara sesama teman disebabkan adanya in group feeling yang sangat kuat. Peer group terbentuk karena adanya kesesuaian aspek-aspek tertentu di antara anggota-anggotanya. Anggota peer group ini dapat terdiri dari laki-laki maupun perempuan.
Remaja hidup dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Masyarakat sebagai suatu lingkungan yang relatif besar diatur dalam suatu norma atau nilai; atau kata lain dibatasi oleh suatu budaya tertentu. Kebudayaan dalam suatu tatanan masyarakat mengatur perilaku orang untuk hidup bermasyarakat, termasuk remaja. Remaja yang berada pada kondisi ingin mencari nilai-nilai baru dalam groupnya kemungkinan pula bertolak belakang dengan norma-norma masyarakat yang sudah mapan.
BAB III
METODE DAN HASIL PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
3.1.1. Jenis Rancangan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan antar variable penelitian (korelasional)
3.1.2. Variabel Penelitian
Berdasarkan landasan teori, maka ditetapkan variabel-variabel penelitian sebagai berikut :
1. Variabel 1: Mengapa Siswa Membolos
2. Variabel 2: Hubungan dengan pola asuh orang tua
3.1.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 2006/2007 yang berjumlah 124 siswa. Sampel yang ditetapkan adalah sample total, mengingat jumlah populasi yang relative kecil.
3.1.4. Metode Pengumpulan
Instrumen untuk mengumpulkan data mengenai variabel pola asuh orang tua, adalah the Ray-Lynn(1975). Untuk kepentingan penelitian ini, skala Ray Lynn ini kemudian disesuaikan dan diubah modelnya menjadi model Likert dengan lima skala, yaitu Sangat Tidak Setuju(STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju(S), Sangat Setuju(SS).
Sedangkan pengumpulan data mengenai siswa membolos dilakukan dengan wawancara dengan seluruh siswa kelas XI yang pernah membolos.
3.1.5 Teknik Analisis Data
3.1.5.1. Teknik deskriptif
Untuk mengetahui penyebaran data tentang variabel penelitian yaitu :
Variabel 1 : Pola Asuh Orang Tua
Variabel 2 : Siswa Membolos
3.1.5.2. Teknik Korelasi
Teknik Korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik product moment.
3.2.Hasil Penelitian
3.2.1. Tahap Pengambilan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada 15 April 2007. Dengan menggunakan angket, dan dengan hasil sebagai berikut :
I. Tabel Siswa Membolos
f | fKumulatif | % | %Kumulatif | |
38-50 | 9 | 9 | 30 | 30 |
24-37 | 20 | 29 | 66,7 | 96,7 |
10-23 | 1 | 30 | 3,3 | 100 |
II Tabel Pola Asuh Orang Tua
Rentang | f | fKumulatif | % | %Kumulatif |
38-50 | 16 | 16 | 53,3 | 53,3 |
24-37 | 12 | 28 | 40 | 93,3 |
10-23 | 2 | 30 | 6,6 | 100 |
3.3.2. Pengolahan dan Analasis Data
n | Σx | Σy | Σxy | Σx² | Σy² |
1 | 42 | 40 | 1680 | 1764 | 1600 |
2 | 32 | 44 | 1408 | 1024 | 1936 |
3 | 36 | 45 | 1620 | 1296 | 2025 |
4 | 38 | 38 | 1444 | 1444 | 1444 |
5 | 38 | 45 | 1710 | 1444 | 2025 |
6 | 28 | 42 | 1176 | 784 | 1764 |
7 | 40 | 50 | 2000 | 1600 | 2500 |
8 | 36 | 39 | 1404 | 1296 | 1521 |
9 | 36 | 39 | 1404 | 1296 | 1521 |
10 | 40 | 35 | 1400 | 1600 | 1225 |
11 | 30 | 41 | 1230 | 900 | 1681 |
12 | 28 | 28 | 784 | 784 | 784 |
13 | 41 | 36 | 1476 | 1681 | 1296 |
14 | 19 | 26 | 494 | 361 | 676 |
15 | 25 | 19 | 475 | 625 | 361 |
16 | 35 | 28 | 980 | 1225 | 784 |
17 | 43 | 27 | 1161 | 1849 | 729 |
18 | 41 | 30 | 1230 | 1681 | 900 |
19 | 28 | 40 | 1120 | 784 | 1600 |
20 | 32 | 29 | 928 | 1024 | 841 |
21 | 34 | 34 | 1156 | 1156 | 1156 |
22 | 35 | 38 | 1330 | 1225 | 1444 |
23 | 36 | 24 | 864 | 1296 | 576 |
24 | 31 | 21 | 651 | 961 | 441 |
25 | 31 | 29 | 899 | 961 | 841 |
26 | 31 | 33 | 1023 | 961 | 1089 |
27 | 31 | 32 | 992 | 961 | 1024 |
28 | 26 | 37 | 962 | 676 | 1369 |
29 | 29 | 29 | 841 | 841 | 841 |
30 | 43 | 44 | 1892 | 1849 | 1936 |
30 | 1015 | 1042 | 35734 | 35349 | 37930 |
Dengan demikian, besarnya r adalah sebagai berikut :
Dari hubungan variabel di atas, r adalah lemah dan positif berarti hubungan siswa membolos dengan pola asuh orang tua sangat kecil. Dengan kata lain semakin sering membolos maka ada kemungkinan pada pola asuh orang tua yang di terima.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan penulis menguraikan secara terperinci materi dari bab per bab, maka penulis dapat menyimpulkan dari penelitian yang telah dilakukan.
Ada kesimpulanya sebagai berikut :
· Jadi pola asuh orang tua juga berpengaruh kepada setiap siswa yang membolos atau tidak. Jika orang tua memberikan pola asuh atau mendidik anak-anaknya dengan baik maka anak mereka memiliki kemungkinan kecil untuk membolos. Tetapi jika mereka memberikan pola asuh atau mendidik anak-anak mereka dengan buruk maka anak-anak mereka mempunyai kemungkinan besar untuk membolos.
4.2. Saran
Berdasarkan angket yang penulis sebarkan, penulis ingin menyampaikan saran kepada para siswa dan pembaca :
Adapun saran tersebut antara lain adalah :
- Berusahalah untuk bersekolah dengan sungguh – sungguh dan jangan malas belajar karena sekolah itu penting.
- Jangan sia-siakan pemberian orang tua yang dapat membantu kita.
- Jangan bawa masalah keluarga atau urusan pribadi ke sekolah karena itu bisa mengganggu siswa dalam saat studi dan bisa menyebabkan siswa tersebut tidak hadir atau tidak mengikuti saat pelajran berlangsung tanpa keterangan apapun.
4.3. Manfaat
Manfaat yang bisa penulis simpulkan dari pembuatan dan penelitian tentang karya tulis ini adalah sebagai berikut :
· Bagi Pembaca :
Angket ini dapat membantu pembaca untuk mengetahui hubungan antara siswa membolos dengan pola asuh orang tua.
· Bagi Penulis :
1. Penulis menjadi lebih paham tentang seorang siswa dan pola asuh orang tua.
2. Menjadikan pedoman bagi Penulis dalam kegiatan belajar.
LAMPIRAN
PENGANTAR ANGKET
Perkenalkan nama saya Anindya Tesa Kurniawan. Saya sekolah di SMA Kr. Satya Wacana Salatiga. Sebagai tugas yang harus saya lakukan untuk mendapat nilai ulangan dan tugas harian yang digabung menjadi satu dalam satu tugas ini, saya diwajibkan membuat Karya Ilmiah Remaja yang akan disusun menjadi karya tulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya meminta teman-teman semua yang ada dalam SMA Kr. Stya Wacana Salatiga, untuk membantu saya dengan mengisi angket ini dengan sejujur dan sebaik mungkin. Dengan mengisi angket ini, teman-teman semua juga mendapatkan sedikit manfaat yaitu, teman-teman semua dapat mengenali kepribadian diri teman-teman semua.
Terimakasih saya ucapkan sebelum dan sesudah teman-teman semua menmgisi angket ini, dan telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas Karya Ilmiah Remaja yang akan saya susun menjadi karya tulis untuk mendapat nilai ulangan dan tugas harian yang digabung menjadi satu tugas ini.
Salatiga, April 2007
Peneliti
PETUNJUK PENGISISN ANGKET I DAN II
- Berikut ini disajikan pertanyaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa pertanyaan-pertanyaan yang akan teman-teman temui dalam angket ini sebenarnya pernah atau telah dan sedang terjadi dalam kehidupan keseharian teman-teman semua. Jika teman-teman merasa beluim pernah mengalami dan merasakan hal dalam pertanyaan angket ini, bayangkan atau posisikan diri teman-teman semua sebagai pelaku dalam hal dalam pertanyaan-pertanyaan angket ini.
- Pilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan yang sedangf teman-teman semua alami maupun dengan cara memposisikan diri teman-teman semua seperti petunjuk pada poin pertama di atas dengan cara memberi tanda check (√) pada kolom jawaban yang disediakan.
Pilihan jawaban terdiri dari :
SS = Bila jawaban teman-teman Sangat Setuju dengan pernyataan yang ada.
S = Bila jawaban teman-teman Setuju dengan pernyataan yang ada.
N = Bila jawaban teman-teman Netral dengan pernyataan yang ada.
TS = Bila jawaban teman-teman Tidak Setuju dengan pernyataan yang ada.
STS = Bila jawaban teman-teman Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan yang ada.
Contoh :
Pertanyaan | Jawaban | ||||
SS | S | N | TS | STS | |
Saya mengikuti Trend Setter | √ | | | | |
Jika jawaban anda salah dan ingin mengganti maka anda bias memberikan tanda silang dengan (X) pada jawaban sebelumnya dan memberi tanda check(√) pada jawaban yang anda benarkan.
Contoh :
Pertanyaan | Jawaban | ||||
SS | S | N | TS | STS | |
Saya mengikuti Trend Setter |
| | | √ | |
- Variabel siswa membolos
Pertanyaan | Jawaban | ||||
SS | S | N | TS | STS | |
Dalam satu minggu saya masuk sekolah rata-rata 4 hari. | | | | | |
Saya selalu berangkat sekolah dan tiba di sekolah saat bel masuk belum berbunyi. | | | | | |
Saya selalu berpamitan kepada orang tua saat mau berangkat ke sekolah | | | | | |
Di sekolah saya selalu mengikuti semua pelajaran dari awal hingga ahkir. | | | | | |
Saya pernah membolos saat pelajaran berlangsung. | | | | | |
Saya keluar kelas jika saya sedang malas mengikuti pelajaran. | | | | | |
Dalam sehari saya hampir mengikuti semua pelajaran di sekolah. | | | | | |
Dalam satu mata pelajaran, saya selalu ada di kelas. | | | | | |
Saya dari rumah selalu semangat untuk mengikuti pelajaran di sekolah. | | | | | |
- Variabel Pengaruh orang tua
Pertanyaan | Jawaban | ||||
SS | S | N | TS | STS | |
Saya selalu berkumpul dengan orang tua rata-rata 6 hari dalam seminggu. | | | | | |
Setiap saya di rumah saya selalu berbicara dengan orang tua. | | | | | |
Jika saya ada masalah saya selalu cerita dengan orang tua. | | | | | |
Jika saya ada yang salah orang tua selalu memberikan teguran. | | | | | |
Orang tua saya yang mendidik saya.hingga sekarang. | | | | | |
Dari kecil saya selalu di bimbing oleh orang tua saya. | | | | | |
Saya selalu di asuh oleh orang tua saya hingga saat ini. | | | | | |
Saya memiliki sifat yang sama dengan orang tua saya | | | | | |
Saya sering mencontoh perilaku orang tua saya.Baik yang jelek maupun yang baik. | | | | | |
Orang tua saya selalu memberikan pola asuh tertentu. | | | | | |
Saya hanya boleh keluar rumah hanya dari Sabtu. | | | | | |
Jika saya mendapatkan perstasi yang bagus maka saya selalu di beri hadiah oleh orang tua. | | | | | |
Setiap saya melakukan kesalahan, saya selalu di hukum oleh orang tua saya. | | | | | |
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarmudji, Tarsis.2001. Pola asuh orang tua itu.
Aviable : http://www.depdiknas.go.id
2. Rini, Jacinta F.2002.Konsep Diri
Aviable : e-psikologi.com
- Firmansyah, Edi.2007.Membolos dan Histeria Massal.
Aviable : www.sukainternet.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar